Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memaknai peringatan HUT RI ke-78 sebagai momentum untuk meningkatkan kepedulian terhadap pemberantasan stunting.
“Dalam perayaan HUT RI ini, kami sangat berharap dapat membantu anak-anak kami untuk bebas dari stunting,” ujarnya di Jakarta, Kamis.
Pihaknya terus menanamkan semangat semangat dari pusat hingga daerah untuk menangani kasus stunting dan menekan angka kasus menjadi 14 persen pada 2024 sesuai dengan target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan, kasus stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,8 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022.
Dengan tren tersebut, Wardoyo optimistis pihaknya mampu mencapai angka prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024.
“Akhir tahun 2023, kami targetkan penurunan prevalensi stunting sebesar 3 persen atau 18 persen. Tahun 2024, kami akan terus bekerja untuk mencapai target 14 persen,” ujarnya.
Wardoyo menegaskan, pihaknya menjunjung tinggi lima pilar dalam pemberantasan stunting, yakni peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, serta pemerintah desa.
Dalam komitmen tersebut, BKKBN mendorong Kementerian Kesehatan untuk mengalokasikan dana khusus (DAK) untuk belanja pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas), sedangkan Kementerian Dalam Negeri akan mengawasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Kementerian Keuangan mengawasi alokasi dana desa.
“Kami juga mendorong kepala daerah untuk menyiapkan dana penanggulangan stunting,” ujarnya.
Ia mencatat bahwa pilar kedua berkaitan dengan peningkatan komunikasi terkait perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Untuk menegakkan pilar ini, BKKBN melakukan sosialisasi kepada organisasi wanita, perguruan tinggi, posyandu, dan pihak terkait lainnya terkait kegiatan penanganan stunting.
Pilar ketiga bertujuan untuk meningkatkan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, dan pemerintah desa.
Salah satu contoh intervensi adalah penyediaan air bersih oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk keluarga berisiko stunting, kata Wardoyo.
Badan ini juga mendorong Kementerian Pertanian untuk menyediakan pangan berkelanjutan dalam upaya memastikan penyediaan gizi bagi keluarga yang berisiko mengalami stunting.
Sedangkan pilar keempat adalah peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Di bawah pilar ini, ia menjelaskan bahwa BKKBN mendorong pengadaan makanan bergizi seperti telur, ikan, dan ayam untuk keluarga berisiko stunting bekerja sama dengan Badan Pangan Nasional.
Pilar kelima menyangkut penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi. Di bawah pilar ini, BKKBN menggelar lomba inovasi penanggulangan stunting oleh daerah di Indonesia, kata Wardoyo.