Infodemik COVID-19 di Indonesia: Pertarungan untuk Kebenaran atau Kepercayaan?
Infodemik COVID-19 di Indonesia: Pertarungan untuk Kebenaran atau Kepercayaan?

Infodemik COVID-19 di Indonesia: Pertarungan untuk Kebenaran atau Kepercayaan?

Selain menjadi salah satu negara yang paling parah terkena dampak pandemi COVID-19, Indonesia juga mengalami “infodemik” yang parah: banyaknya informasi yang kontradiktif—termasuk misinformasi dan disinformasi—tentang COVID-19. Infodemik ini menghambat upaya mitigasi pandemi, mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap langkah-langkah kesehatan masyarakat dan tertundanya program vaksinasi nasional dalam enam bulan pertama pandemi karena meluasnya keraguan atau penolakan terhadap vaksin. Selain itu, hal ini juga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga lainnya.

Di media sosial Indonesia, infodemik ini melahirkan jenis narasi campuran yang unik, yaitu menggabungkan teori konspirasi global dengan ekonomi moral lokal dan sentimen keagamaan. Mikro-influencer keagamaan sangat berpengaruh dalam menyebarkan narasi bahwa kebijakan pemerintah mengenai COVID-19 tidak dapat dipercaya, dan bahwa vaksin COVID-19 berbahaya dan haram. Postingan semacam itu sering kali dihapus sejalan dengan kebijakan platform media sosial untuk memerangi informasi palsu mengenai COVID-19, dan individu yang membuat konten tersebut berisiko dituntut sejalan dengan pendekatan hukuman pemerintah terhadap “hoaks”. Namun hal ini tidak mengurangi maraknya narasi anti-vaksin dan juga tidak mengurangi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Pemerintah juga berkontribusi terhadap spiral ketidakpercayaan melalui kebijakan yang tidak konsisten, kurangnya transparansi, dan pesan yang beragam. Khususnya pada fase awal pandemi ini, para pejabat pemerintah sendiri diketahui menyebarkan informasi yang menyesatkan, yang awalnya meremehkan tingkat keparahan dan risiko COVID-19 demi menghindari kerusuhan sosial, dan kemudian mendorong pembukaan kembali perekonomian secara cepat. Dalam memprioritaskan perekonomian dibandingkan kesehatan masyarakat, banyak sumber daya yang dihabiskan untuk kampanye pengaruh guna membujuk masyarakat agar tetap menjalankan aktivitas seperti biasa.

Kampanye pengaruh tersebut tampaknya berhasil membujuk orang untuk kembali bekerja dan pada akhirnya mendapatkan vaksinasi. Namun, ketidakpercayaan masyarakat tetap ada dan dengan mudah muncul kembali di media sosial sebagai respons terhadap inkonsistensi dan standar ganda dalam penegakan pembatasan COVID-19 oleh pemerintah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *