Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan “Sumbu Filosofi Yogyakarta” (Poros Filsafat Yogyakarta) sebagai warisan budaya dunia pada Sidang ke-45 World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi, 18 September.
Dalam sidang yang dihadiri Wakil Gubernur KGPAA Yogyakarta Sri Paduka Paku Alam ke-10, Poros Filsafat Yogyakarta diterima sepenuhnya tanpa keberatan sebagai Warisan Budaya Dunia menurut WHC 2345.COM 8B. 39 dokumen penunjukan pada 18 September 2023.
“Selamat kepada Indonesia yang telah lolos Poros Filsafat sebagai Warisan Budaya Dunia,” kata Ketua Komite Warisan Dunia Abdulelah Al-Tokhais dalam keterangan resmi yang diterima di Yogyakarta, Selasa.
Menanggapi keputusan tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono ke-10 menyatakan bahwa keberhasilan tersebut merupakan hasil kerja sama semua pihak dan merupakan penghormatan terhadap mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwono ke-1 sebagai penggagas Poros Filsafat.
Menurut Sri Sultan, Poros Filsafat merupakan warisan budaya yang bernilai filosofis tinggi yang patut dilestarikan dengan segala atribut yang menyertainya.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat, yang telah mendukung upaya pelestarian Poros Filsafat sebagai warisan dunia yang memiliki nilai-nilai luhur universal bagi peradaban manusia pada masa kini dan masa depan,” kata Sri Sultan.
Sri Sultan optimistis keputusan tersebut akan menjadi peluang pembelajaran bersama mengenai nilai-nilai universal yang diperlukan untuk menciptakan dunia baru dan lebih baik di masa depan.
Ia juga berharap nilai-nilai luhur tersebut dapat menjadi inspirasi dan acuan dalam menciptakan dunia yang lebih baik.
Berbeda dengan nominasi warisan dunia dari negara lain, proses penetapan Poros Filsafat Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia relatif cepat.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad, selaku ketua delegasi Indonesia pada sidang tersebut menyampaikan terima kasih kepada Komisi Warisan Dunia UNESCO yang telah menunjuk Poros Filsafat Yogyakarta untuk dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia.
“Kami merasa terhormat dapat menyumbangkan mutiara ini ke dalam Daftar Warisan Dunia, yang merupakan perpaduan indah antara warisan budaya berwujud dan tak berwujud,” kata Aziz.
Selain Wakil Gubernur KGPAA Yogyakarta Sri Paduka Paku Alam ke-10, hadir pula dalam sidang penunjukan tersebut, Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono, Kepala Dinas Kebudayaan Yogyakarta Dian Lakshmi Pratiwi, perwakilan Keraton Yogyakarta Bimo Unggul Yudo, dan anggota lainnya. dari Tim Delegasi Yogyakarta.
“Poros Filosofis Yogyakarta yang diberi nama ‘Poros Kosmologis Yogyakarta dan Bangunan Bersejarahnya’ kini bukan hanya milik Yogyakarta atau Indonesia tetapi juga milik dunia,” kata Paku Alam yang ke-10 itu.
Paku Alam menegaskan, penunjukan tersebut merupakan penghargaan dunia yang luar biasa atas eksistensi nilai-nilai luhur budaya Yogyakarta sebagai nilai istimewa dan identitas Yogyakarta.
“Kebudayaan Yogyakarta berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan kesejahteraan dunia,” tegasnya.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Yogyakarta Dian Lakshmi Pratiwi, tujuan utama penunjukan tersebut bukan semata-mata untuk memperoleh status Warisan Dunia yang dianggap oleh beberapa negara sangat bergengsi, namun lebih terdorong untuk melestarikan warisan budaya yang sangat berharga. identitas Yogyakarta.
“Perjuangan mempertahankan status tersebut jauh lebih sulit karena Poros Filsafat bukan hanya milik DIY (Yogyakarta), Indonesia, tapi juga dunia. Oleh karena itu, komitmen bersama untuk mempertahankannya sesuai standar internasional sangat penting untuk dipahami. ,” kata Pratiwi.
Poros Filsafat Yogyakarta yang masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO dengan judul lengkap “Poros Kosmologis Yogyakarta dan Bangunan Bersejarahnya” diakui sebagai warisan dunia karena dianggap memiliki makna universal.
Konsep penataan ruang yang kemudian dikenal dengan Poros Filsafat Yogyakarta pertama kali dicetuskan oleh Raja Pertama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18.
Konsep tata ruangnya berdasarkan konsepsi Jawa berupa struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di selatan, Kraton Yogyakarta (Istana Yogyakarta), dan Tugu Yogyakarta (Monumen Yogyakarta) di utara.
Struktur jalan beserta beberapa kawasan disekitarnya yang menyimpan simbolisme filosofis merupakan perwujudan filosofi eksistensi manusia Jawa yang meliputi siklus hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan yang harmonis antara manusia dan antara manusia dengan alam (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, dan antara pemimpin dengan rakyatnya (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikrokosmik dan makrokosmos.
Berbagai tradisi dan praktik budaya Jawa dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival dan ritual masih dilakukan di sekitar kawasan Poros Filsafat pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya.